MALANG – Kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan pengusaha Surabaya, Tonny Hendrawan Tanjung, kembali menjadi sorotan publik setelah sidang praperadilan yang diajukannya di Pengadilan Negeri Surabaya memasuki babak baru. Sidang yang digelar pada Rabu (4/6/2025) itu menghadirkan mantan penyidik Polrestabes Surabaya, Dewa Putu Ardita, sebagai saksi. Kesaksian Putu membuka tabir baru terkait proses penyidikan kasus yang sempat dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polrestabes Surabaya.
Mantan Penyidik Ungkap Adanya Unsur Pidana
Dewa Putu Ardita, dalam kesaksiannya di hadapan Hakim Tunggal Sutrisno, mengungkapkan bahwa penyidik Polrestabes Surabaya telah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam setelah menerima laporan dari Tonny Hendrawan Tanjung. Penyelidikan tersebut meliputi pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan bukti-bukti terkait dugaan penipuan, penggelapan, dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik. “Sejak menerima laporan, kami langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan,” ujar Putu dengan nada serius.
Lebih lanjut, Putu menjelaskan bahwa setelah proses penyelidikan yang intensif, penyidik melakukan gelar perkara untuk membahas status kasus tersebut. Hasil gelar perkara menunjukkan adanya indikasi kuat tindak pidana dalam kasus yang dilaporkan oleh Tonny Hendrawan Tanjung. “Setelah gelar perkara, kami memutuskan untuk meningkatkan status kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan,” tegas Putu. Pernyataan ini sontak membuat suasana ruang sidang menjadi tegang.
Penyidik Sempat Sita Aset Tanah di Solo
Pengakuan Dewa Putu Ardita semakin mengejutkan ketika ia mengungkapkan bahwa penyidik telah melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan. Hal ini menunjukkan bahwa kasus tersebut telah memasuki tahap yang lebih serius dalam proses hukum. Tak hanya itu, penyidik juga mengajukan permohonan penetapan sita aset tanah yang berada di Solo kepada Pengadilan Negeri Surabaya. “Kami mengajukan permohonan sita aset karena ada indikasi kuat aset tersebut terkait dengan tindak pidana yang dilaporkan,” jelas Putu.
Setelah mendapatkan surat penetapan dari Pengadilan Negeri Surabaya, penyidik langsung melakukan penyitaan terhadap aset tanah yang berada di Solo. Bahkan, penyidik memasang plang di atas tanah tersebut sebagai tanda bahwa aset tersebut telah disita oleh pihak kepolisian. “Kami memasang plang sebagai bentuk pemberitahuan kepada publik bahwa tanah tersebut telah disita dan dalam pengawasan pihak kepolisian,” imbuh Putu.
SP3 Muncul Setelah Penyidik Pensiun
Namun, Dewa Putu Ardita mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa kasus tersebut tiba-tiba dihentikan melalui penerbitan SP3. Ia sendiri tidak mengetahui secara pasti alasan penerbitan SP3 tersebut, karena saat itu ia sudah memasuki masa pensiun. “SP3 itu muncul setelah saya pensiun. Saya mendengar kabar SP3 itu Yang Mulia,” ungkap Putu dengan nada menyesal.
Ahli Pidana Unibraw: Ada Unsur Penipuan dan Keterangan Palsu
Dalam sidang praperadilan tersebut, turut dihadirkan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Dr. Priya Jatmika. Priya menjelaskan bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, setidaknya harus ada dua alat bukti yang saling berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan. “Alat bukti tersebut harus memiliki korelasi yang kuat dengan tindak pidana yang dituduhkan,” jelas Priya.
Menanggapi pertanyaan dari kuasa hukum pemohon praperadilan, Gunadi Handoko, Priya Jatmika menyatakan bahwa jika dalam akta jual beli tertulis adanya pembayaran, namun tidak ada bukti pembayaran dan tidak ada saksi yang mengetahui adanya pembayaran tersebut, maka hal itu sudah memenuhi unsur tindak pidana penipuan dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik. “Jika tidak ada bukti pembayaran dan saksi yang membenarkan adanya pembayaran, maka unsur penipuan dan keterangan palsu dalam akta otentik terpenuhi,” tegas Priya.
Kasus Utang Piutang Berujung Dugaan Penipuan
Kasus ini bermula dari hubungan utang piutang antara Tonny Hendrawan Tanjung dan Chandra Hermanto. Menurut kuasa hukum Tonny, Gunadi Handoko, kasus utang piutang tersebut kemudian berkembang menjadi dugaan penipuan, penggelapan, dan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik. “Awalnya hanya utang piutang, tapi kemudian berkembang menjadi dugaan tindak pidana,” ujar Gunadi.
Gunadi Handoko menjelaskan bahwa kliennya, Tonny Hendrawan Tanjung, merasa ditekan untuk menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan surat kuasa menjual saat berada dalam tahanan. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan keadaan yang dilakukan oleh pihak lain. “Dalam kondisi tidak bebas, klien kami ditekan untuk menandatangani dokumen-dokumen penting. Ini jelas ada penyalahgunaan keadaan,” papar Gunadi.
Tonny Tanjung Ajukan Praperadilan
Tonny Tanjung sebelumnya melaporkan kasus ini dengan bukti laporan polisi Nomor TBL B/412/V/RES.1.11./2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya tertanggal 9 Mei 2021. Namun, penyidik menghentikan penyidikan melalui SP3 berdasarkan gelar perkara pada 17 Oktober 2024. Merasa dirugikan atas penerbitan SP3 tersebut, Tonny akhirnya mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Sidang praperadilan ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi Tonny Hendrawan Tanjung.