Polrestabes Surabaya Bongkar Jaringan TPPO, 7 Perempuan Jadi Korban!
MALANG – Jajaran Polrestabes Surabaya menunjukkan komitmennya dalam memberantas kejahatan perdagangan orang dengan membongkar jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang meresahkan. Operasi penggerebekan ini berhasil menyelamatkan tujuh perempuan dari berbagai daerah di Jawa Timur yang menjadi korban rencana pengiriman ilegal ke Malaysia. Ketiga pelaku yang berperan sebagai perekrut dan penyalur kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di mata hukum. Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan seorang korban yang memberanikan diri untuk bersuara melalui siaran pengaduan di Radio Suara Surabaya, sebuah langkah berani yang akhirnya membuahkan hasil.
Kronologi Pengungkapan Kasus TPPO yang Mencengangkan
Kisah heroik ini bermula ketika YK (22), seorang perempuan asal Cirebon, memberanikan diri untuk melaporkan kejadian yang menimpanya melalui Radio Suara Surabaya. Laporan tersebut langsung direspon cepat oleh pihak kepolisian yang segera mendatangi sebuah lokasi di Kedung Anyar II No. 35, Surabaya. Di lokasi tersebut, petugas menemukan YK dan seorang korban lainnya, NS (47) asal Nganjuk, yang kemudian langsung dibawa ke Polrestabes Surabaya untuk dilakukan pendalaman dan penyelidikan lebih lanjut. “Kami sangat mengapresiasi keberanian korban yang mau melapor, ini sangat membantu kami dalam mengungkap jaringan TPPO ini,” ujar Kombes Pol Lutfi Sulistiawan, Kapolrestabes Surabaya, saat konferensi pers. Dari hasil interogasi awal, terungkap bahwa kedua korban direkrut oleh seorang tersangka perempuan berinisial PN (50) dan ditampung oleh tersangka SL (53).
Pengembangan Kasus Ungkap Jaringan yang Lebih Luas
Tak berhenti di situ, pengembangan kasus terus dilakukan oleh tim penyidik Polrestabes Surabaya. Hasilnya, petugas berhasil mengungkap lima korban tambahan: NP (31, Lumajang), RS (34, Sumenep), EH (39, Jember), VW (45, Ambon), dan DF (23, Surabaya). Kelima korban ini ditemukan di sebuah hotel di wilayah Sidoarjo, tempat mereka menunggu untuk diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia. Di lokasi yang sama, polisi juga berhasil mengamankan tersangka ketiga, seorang laki-laki berinisial ER (41), yang berperan sebagai penyalur terakhir dalam jaringan ini. Diduga kuat, ER bertugas memberangkatkan para korban ke Malaysia setelah sebelumnya mereka direkrut oleh PN dan SL. “Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya jaringan lain yang terlibat,” tegas Kombespol Lutfi.
Motif Ekonomi di Balik Kejahatan Kemanusiaan
Dari hasil pemeriksaan sementara, motif para pelaku terungkap, yaitu untuk mendapatkan keuntungan finansial dengan merekrut dan menyalurkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal. Mereka mengabaikan prosedur resmi dan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, demi meraup keuntungan pribadi dari eksploitasi para korban. Barang bukti yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian meliputi lima unit ponsel, sembilan paspor, enam formulir pendaftaran medical check-up, delapan hasil rekam medis, serta dua lembar tangkapan layar pengaduan dari Radio Suara Surabaya. Barang bukti ini akan menjadi petunjuk penting dalam proses penyidikan dan persidangan nanti. “Kami akan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka,” janji Kombespol Lutfi.
Pelaku Terancam Hukuman Berat
Atas perbuatan mereka, ketiga pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Pasal 2 dalam undang-undang ini menyebutkan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta bagi pelaku TPPO. Selain itu, Pasal 10 dan 11 mengatur hukuman yang setara bagi pihak yang membantu atau merencanakan perdagangan orang. Mereka juga diduga melanggar UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya Pasal 81 dan 83, yang memberikan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar bagi pelaku perseorangan yang melakukan penempatan PMI secara ilegal. “Kami berharap hukuman yang berat ini akan memberikan efek jera bagi pelaku TPPO lainnya,” kata Kombespol Lutfi.
Korban Mendapatkan Pendampingan Penuh
Kombespol Lutfi menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi jaringan perdagangan orang di Surabaya, terutama yang mempermainkan nasib masyarakat kecil demi keuntungan sepihak. Ketujuh korban saat ini dalam kondisi selamat dan tengah mendapatkan pendampingan psikologis dan hukum dari pihak terkait. Pendampingan ini sangat penting untuk membantu para korban memulihkan trauma dan mempersiapkan mereka untuk kembali ke masyarakat. “Kami akan memastikan para korban mendapatkan hak-hak mereka dan dilindungi dari segala bentuk eksploitasi,” janji Kombespol Lutfi.
Imbauan Kepada Masyarakat untuk Proaktif
Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat untuk lebih waspada dan proaktif dalam melaporkan segala bentuk aktivitas yang mencurigakan terkait dengan TPPO. Jika Anda atau orang di sekitar Anda memiliki informasi atau mencurigai aktivitas serupa, segera laporkan kepada aparat kepolisian terdekat. “Satu laporan Anda bisa menyelamatkan nyawa dan masa depan seseorang,” pungkas Kombespol Lutfi. Keberanian masyarakat untuk melapor akan sangat membantu pihak kepolisian dalam memberantas kejahatan kemanusiaan ini.