MALANG, Zonamalang.com – Perdana Menteri Mongolia, Luvsannamsrai Oyun-Erdene, secara mengejutkan mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan. Keputusan ini diambil setelah ia kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen yang digelar pada Selasa, 3 Juni 2025, di Ulaanbaatar, ibu kota Mongolia.
Pengunduran diri PM Oyun-Erdene ini terjadi di tengah gelombang protes publik yang meluas. Masyarakat Mongolia geram atas tuduhan korupsi yang semakin diperparah dengan viralnya video yang mempertontonkan gaya hidup mewah putranya di media sosial. Video tersebut memicu kemarahan dan kecurigaan terkait sumber kekayaan keluarga sang perdana menteri.
“Merupakan suatu kehormatan untuk mengabdi kepada negara dan rakyat saya di masa-masa sulit, termasuk pandemi, perang, dan kebijakan tarif,” ujar Oyun-Erdene setelah hasil pemungutan suara diumumkan, seperti dikutip dari Al Jazeera. Pernyataan ini seolah menjadi salam perpisahan terakhirnya setelah beberapa tahun memimpin Mongolia.
Dalam pemungutan suara yang menentukan nasibnya, hanya 44 dari total 126 anggota parlemen yang memberikan dukungan kepada Oyun-Erdene. Jumlah ini jauh di bawah ambang batas mayoritas 64 suara yang diperlukan untuk mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri. Kekalahan telak ini menjadi pukulan berat bagi karir politiknya.
Kemarahan publik mencapai puncaknya setelah beredarnya video pertunangan mewah putra PM Oyun-Erdene yang baru berusia 23 tahun. Video tersebut menampilkan penggunaan helikopter pribadi, cincin kawin mewah berharga fantastis, koleksi tas desainer, hingga deretan mobil mewah yang digunakan dalam prosesi lamaran. Media lokal bahkan melaporkan bahwa sang putra menyewa sebuah hotel mewah hanya untuk acara tersebut.
Kecurigaan pun langsung menyeruak di kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan dari mana sumber kekayaan yang dimiliki sang putra, mengingat selama ini PM Oyun-Erdene dikenal sebagai sosok yang berasal dari keluarga pedesaan sederhana dan selalu mengampanyekan pemberantasan korupsi. Kontradiksi ini semakin memicu amarah dan kekecewaan publik terhadap pemerintah.