Kabupaten Malang – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tengah bersiap untuk melakukan penghitungan luas area terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Puncak Lempitan, kawasan Gunung Bromo, Jawa Timur. Kebakaran yang terjadi sejak 18 Juni 2024 ini telah memicu langkah-langkah cepat dari pihak terkait untuk memitigasi dampak serta mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani, mengungkapkan bahwa pendataan dan penghitungan luas area terdampak akan dilakukan setelah proses pendinginan rampung. “Pascakegiatan pemadaman dan pendinginan akan dilakukan detasering untuk menghitung luas area yang terbakar,” kata Septi pada Sabtu, 22 Juni 2024, di Kota Malang, Jawa Timur.
Metode Penghitungan Luas Area Terbakar
Proses pendataan dan penghitungan luas area yang terbakar mencakup wilayah sekitar Puncak Lempitan, yang terletak di sebelah timur selatan Puncak Lamen, Resort PTN Wilayah Gunung Penanjakan, Kabupaten Pasuruan. Penghitungan ini akan menggunakan teknologi canggih seperti citra satelit dan drone. “Penghitungan menggunakan citra satelit Landsat dan Sentinel, serta drone,” tambah Septi.
Selain menghitung luas area terdampak, Tim Polisi Hutan Balai Besar TNBTS juga sedang mengumpulkan bahan dan keterangan terkait penyebab kebakaran. Ini adalah langkah penting untuk memahami sumber kebakaran dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Tindakan Pemadaman dan Pembasahan
Berdasarkan laporan dari personel yang dikerahkan untuk memadamkan api, kebakaran di kawasan tersebut berhasil dipadamkan pada 20 Juni 2024 sekitar pukul 17.25 WIB. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan pembasahan pada malam harinya dan berlanjut hingga keesokan harinya. “Pembasahan juga akan dilanjutkan pada 21 Juni 2024,” ujar Septi.
Upaya Pencegahan Karhutla Lain
Untuk mengantisipasi karhutla lain, Balai Besar TNBTS telah meningkatkan patroli di area rawan kebakaran dan mendirikan pos komando pengendalian karhutla. Langkah ini diharapkan mampu mencegah kebakaran hutan dan lahan di masa mendatang serta memastikan keselamatan ekosistem di kawasan tersebut.
Jenis tumbuhan yang terdampak oleh karhutla ini antara lain rumput merakan, alang-alang, akasia, dan cemara gunung. Tumbuhan-tumbuhan ini merupakan bagian penting dari ekosistem Gunung Bromo dan kebakaran tersebut tentunya akan berdampak pada keseimbangan lingkungan di kawasan tersebut.
Latar Belakang Kebakaran di Gunung Bromo
Kebakaran hutan di kawasan Gunung Bromo bukanlah kejadian baru. Pada 6 September 2023, kebakaran besar juga terjadi akibat ulah pengunjung yang menggunakan flare atau suar untuk pengambilan gambar. Insiden tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp8,3 miliar.
Gunung Bromo: Destinasi Wisata Unggulan
Gunung Bromo dikenal sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Jawa Timur. Pada tahun 2023, jumlah kunjungan ke taman nasional yang mendapat predikat terindah ketiga di dunia ini mencapai 368.507 wisatawan. Angka ini terdiri dari 355.297 wisatawan domestik dan 13.210 wisatawan mancanegara, dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp14,70 miliar.
Kehadiran wisatawan yang begitu besar tentu menjadi salah satu tantangan dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut. Langkah-langkah preventif seperti peningkatan patroli dan edukasi kepada pengunjung sangat diperlukan untuk memastikan bahwa keindahan dan kelestarian Gunung Bromo dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.
Penutup
Balai Besar TNBTS terus berkomitmen untuk menjaga kelestarian Gunung Bromo dari ancaman karhutla. Upaya yang melibatkan teknologi modern dan peningkatan pengawasan merupakan langkah penting dalam menjaga kawasan ini. Edukasi kepada masyarakat dan pengunjung juga menjadi kunci dalam mencegah kebakaran hutan yang sering kali disebabkan oleh aktivitas manusia. Dengan upaya yang konsisten dan koordinasi yang baik, diharapkan Gunung Bromo tetap menjadi destinasi wisata yang aman, indah, dan lestari.