MALANG – Kasus kericuhan dalam acara karnaval bersih desa di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, yang sempat viral di media sosial, akhirnya menemui titik terang. Kedua belah pihak yang terlibat telah sepakat untuk berdamai setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh aparat kepolisian dan kelurahan setempat pada Senin (14/7/2025).
Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, membeberkan bahwa insiden tersebut dipicu oleh protes warga terhadap kebisingan suara dari sistem audio besar (sound horeg) yang diarak peserta karnaval.
“Pemicunya karena suara sound system yang keras. Salah satu warga menegur karena anaknya sedang sakit,” ungkap Ipda Yudi, Senin (14/7).
Kronologi kejadian bermula ketika rombongan karnaval dengan nomor urut dua melintas di depan kediaman MA (57). Istri MA, yaitu RM (55), spontan berteriak meminta peserta untuk mengecilkan volume suara.
Tak lama berselang, MA keluar rumah dan mendorong salah satu peserta karnaval, yang kemudian menyulut emosi peserta lainnya.
“Setelah mengetahui rekannya didorong, peserta lain tidak terima dan terjadi pemukulan terhadap MA,” jelas Yudi. Akibatnya, MA mengalami luka di bagian pelipis.
Meski MA sempat membuat laporan resmi ke Polresta Malang Kota, kasus ini tidak berlanjut ke ranah hukum. Dalam mediasi yang digelar pada Senin sore, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Sebagai bagian dari kesepakatan damai, pihak peserta karnaval memberikan kompensasi biaya pengobatan kepada korban. “Ganti rugi sebesar Rp2 juta dan sudah diterima oleh korban,” tutur Ipda Yudi. Dengan tercapainya kesepakatan ini, laporan kepolisian yang sebelumnya dibuat oleh korban akan segera dicabut.
Peristiwa ini kembali menyoroti polemik penggunaan sound horeg dalam acara publik yang kerap dikeluhkan masyarakat karena tingkat kebisingannya yang ekstrem.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur bahkan telah mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan sistem audio tersebut, yang juga disepakati oleh MUI Kota Malang.